Ketika Malnutrisi Menjadi Bayangan Gelap Yazan dan Ribuan Anak Gaza

Konflik yang melanda Palestina, telah berlangsung begitu lama. Rentetan serangan yang tiada henti, suara dentuman bom, serta gemuruh tank menjadi pemandangan sehari-hari yang menyayat hati. Dari sekian banyak korban yang berjatuhan, anak-anaklah yang paling tak berdosa. Mereka lahir tanpa salah, namun harus memikul beban yang bahkan orang dewasa pun sulit menahannya.

Di antara ribuan kisah sedih yang muncul dari Gaza, ada nama kecil yang menjadi simbol penderitaan itu: Yazan Mahmoud Atiya Abu Foul. Tubuh Yazan kian hari kian memprihatinkan. Kelaparan ekstrim membuat tubuhnya melemah, kulitnya pucat, matanya sayu tak lagi memancarkan semangat kanak-kanak. Ia hanyalah satu dari sekian banyak anak Gaza yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan gizi, kelelahan oleh rasa lapar, dan keputusasaan.

Dampak dari konflik ini tak hanya berhenti pada hilangnya nyawa akibat serangan langsung. Gaza kini menghadapi krisis yang lebih sunyi, namun mematikan: kelaparan. Blokade yang menutup jalur masuk bahan pangan dan obat-obatan membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Kisah Yazan dan anak-anak Gaza lainnya semestinya menggugah nurani siapa saja, apapun latar belakang agamanya. Ini bukan semata soal konflik agama atau politik, melainkan soal kemanusiaan. Karena itu, mari ulurkan tangan kita untuk Palestina—untuk anak-anak yang ingin sekadar makan dengan layak, mendapat perawatan saat sakit, dan bermain tanpa rasa takut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *